Rektor UI: Kolaborasi Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Pandemi

oleh

Media Group News (MGN) menggelar kegiatan diskusi MGN Summit 2021 pada Rabu (27/1) dengan mengangkat tema “Economic Recovery: How to Accelerate Economic Growth”. Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. dan beberapa narasumber hadir mengisi acara ini, juga panelis lain yang mempunyai kepakaran di bidangnya, antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, peneliti Dept. Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Fadjar B. Hirawan, Wakil Ketua Apindo Shinta Kamdani, CEO Investree Adrian Gunadi, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.

Prof. Ari menanggapi paparan dua narasumber, yaitu Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi dan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Prof. Bambang P. Sumantri Brodjonegoro, Ph.D yang memaparkan sisi ekonomi dari sudut pandang bidang kementeriannya masing-masing. Keduanya sama-sama memaparkan tentang pentingnya ekonomi digital di era revolusi industri 4.0. Menurut Muhammad Luthfi, Indonesia perlu mencari titik keseimbangan antara konsumsi impor, dengan kegiatan ekspor. Untuk itu, menurutnya pola pikir perdagangan kita harus diubah. “Pola pikir perdagangan kita harusnya bukan tentang kompetisi, namun kolaborasi. Kita tidak hanya berperan sebagai tuan rumah, namun juga harus menyadari potensi kekuatan digital kita untuk kita ekspor ke luar negeri,” ujarnya.

Kekuatan potensi digital ini juga turut dipaparkan oleh Bambang yang berbicara tentang ekonomi berbasis inovasi dan cashless economy. “Struktur pengusaha kita harus berubah, dari yang tadinya didominasi oleh pedagang yang bisnis utamanya jual-beli dan pelaku industri yang fokus kepada nilai tambah, menjadi didominasi oleh pengusaha berbasis inovasi teknologi,” ujarnya lebih lanjut.

Inovasi tersebut juga harus mempunyai relevansi kepada masyarakat, mudah dipakai, dan tidak terlalu mahal. Harapannya dengan mengedepankan teknologi, perekonomian kita tidak hanya kokoh dalam hal kemandirian, namun juga dapat menjadi salah satu pelaku perekonomian dunia.

Menanggapi para pembicara tersebut, Prof. Ari Kuncoro berbicara tentang kondisi ekonomi makro saat ini. Ia menyebutkan pentingnya titik temu antara potensi ekonomi Indonesia dengan regulasi yang ada. Menurutnya, tingginya kebutuhan impor dalam negeri dikarenakan mahalnya harga bahan baku industri dalam negeri. “Padahal ini adalah mahal yang artifisial,” ujarnya.

Bahan baku dalam negeri menjadi mahal karena rumitnya proses birokrasi dan regulasi yang harus dilalui pelaku industri untuk mendapatkan bahan baku, sedangkan regulasi proses impor lebih mudah dan murah, sehingga akhirnya banyak pengusaha yang memilih untuk mengimpor kebutuhan produksi.

Menurutnya, disinilah dibutuhkan titik temu antara payung hukum dengan kebutuhan industri. Undang-Undang Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah sebenarnya bertujuan mengakomodir titik temu ini, dengan cara menciptakan komunitas industri yang lebih lengkap dan terhubung. 

Prof. Ari Kuncoro juga berbicara tentang kondisi defisit perekonomian Indonesia saat ini. Menurutnya, defisit yang sedang dialami Indonesia adalah suatu kondisi yang dibutuhkan. “Defisit itu seperti memberi panjar, dipakai dulu, yang penting perekonomian berjalan ke arah positif, dan ada rentetan arah serta planning yang jelas, sehingga ekspektasi masyarakat menjadi positif, kemudian kegiatan supply-demand kembali berjalan,” ujarnya.

Pada akhirnya defisit bukanlah sesuatu yang negatif, asal dilakukan dengan perencanaan yang jelas. Menurutnya, penggunaan anggaran di masa defisit ini harus terarah dan efektif. Sebagai awal, anggaran dipergunakan terlebih dahulu untuk bansos, distribusi vaksinasi, pemungutan pajak, baru kemudian dilakukan restrukturisasi ekonomi.

MGN Summit ini menggabungkan konsep off air dan on air, berupaya menemukan solusi di tengah pandemi, tidak hanya di bidang ekonomi, namun juga dalam bidang kesehatan masyarakat, energi hijau, dan pariwisata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *