Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Penguatan Peran Kebijakan Fiskal dan APBN

oleh
Tangkapan layar Konferensi Pers APBN KiTa edisi Maret secara virtual (23/3) (Youtube/KemenkeuRI)​.

Memasuki 2021, dinamika pandemi Covid-19 di dunia, khususnya penularan dan kematian harian, menunjukkan tren penurunan. Sampai dengan 21 Maret 2021, data menunjukkan bahwa program vaksinasi telah dilakukan di 133 negara dengan total dosis yang telah diberikan sebanyak 447 juta dosis. Sementara itu, pelaksanaan vaksinasi di Indonesia terus menunjukkan perkembangan positif dengan total 7,84 juta dosis vaksin telah diberikan.

Menurut rilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Bulan Maret 2021, pemulihan Produk Domestik Bruto (PDB) global terus berlanjut ditopang implementasi vaksin, pemberian tambahan stimulus fiskal di berbagai negara seperti Amerika Serikat sebanyak USD1,9 triliun dan Jepang sebanyak USD700 miliar, serta sentimen positif terhadap berbagai upaya penanganan virus termasuk protokol kesehatan. PDB global 2021 diperkirakan tumbuh sebesar 5,5 persen, meningkat 1,4 persen dibandingkan proyeksi pada Desember lalu. Prospek positif ini hampir terjadi di seluruh negara, termasuk Indonesia yang diproyeksikan tumbuh 4,9 persen di 2021, meningkat dari proyeksi sebelumnya yang hanya 4,0 persen. Kecepatan pelaksanaan vaksinasi di berbagai negara akan menjadi faktor kunci dalam mempercepat pelonggaran restriksi, guna mendorong output kembali ke tingkat sebelum pandemi. Selain itu, kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif masih diperlukan guna menunjang pemulihan ekonomi, di samping perlunya untuk memperkuat reformasi struktural. Meski demikian, masih terdapat beberapa potensi risiko yang harus diwaspadai, seperti lambatnya proses vaksinasi serta risiko mutasi virus baru.

Meskipun terdapat beberapa risiko yang perlu dicermati, fundamental Indonesia cukup kuat didukung emerging market yang masih menarik. Dalam laporan International Monetary Fund (IMF) Bulan Maret 2021 yang berjudul “Indonesia 2020 Article IV Consultation”, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diproyeksikan pada tingkat 4,8 persen. IMF mengapresiasi upaya reformasi struktural melalui UU Ciptaker serta upaya menutup infrastructure gap, serta fundamental Indonesia yang kuat dan kebijakan makroekonomi yang pruden berkontribusi pada ketahanan ekonomi. Selanjutnya, di tengah maraknya penurunan peringkat kredit terhadap negara-negara lain sebagai dampak pandemi, Fitch Ratings justru mempertahankan peringkat kredit Indonesia di level BBB/stable pada 22 Maret 2021. Dalam laporannya, Fitch mengapresiasi kemampuan Indonesia untuk bertahan dari guncangan yang ditimbulkan oleh pandemi tanpa memberikan dampak negatif bagi perekonomian jangka menengah, karena adanya skenario konsolidasi fiskal yang baik. Capaian ini semakin membuktikan bahwa Indonesia masih tercatat sangat baik dan terpercaya di mata para investor (investment grade). Demikian disampaikan pada publikasi APBN Kita edisi Maret 2021.

Tren Pemulihan Ekonomi Indonesia Berlanjut di Bulan Februari

Perekonomian domestik di bulan Februari melanjutkan perbaikan seiring upaya Pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat dan menggerakkan ekonomi. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan perbaikan di tengah akselerasi program vaksinasi yang semakin meluas. Pemerintah tetap mewaspadai perkembangan ekonomi, terutama akibat tekanan global dengan kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi dan keuangan domestik.

“Bulan Februari ini, kita mengobservasi adanya perbaikan kegiatan ekonomi yang sangat positif, dan tentu ini adalah upaya bersama menjaga agar Covid-19 dapat dikendalikan, karena berdampak langsung pada pergerakan dan pemulihan ekonomi. Indikator ekonomi menunjukkan perbaikan, dengan juga pada saat yang sama, upaya untuk mengakselerasi vaksinasi, serta tetap dijaga disiplin kesehatan dengan pembatasan mikro dan 3M serta 3T,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers secara daring.

Kinerja manufaktur Indonesia bulan Februari kembali ekspansif pada level 50,9 atau sedikit lebih rendah dibanding Januari yang mencapai 52,2, namun masih lebih baik dari beberapa negara ASEAN. Kinerja PMI Manufaktur masih didorong oleh peningkatan permintaan baru dan output, yang mengindikasikan berlanjutnya pemulihan aktivitas manufaktur. Selanjutnya, Neraca Perdagangan (NP) Indonesia sampai dengan bulan Februari 2021 mencatatkan surplus USD3,97 miliar, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kinerja ekspor bulan Februari 2021 mencatat pertumbuhan 8,56 persen (yoy), didorong oleh ekspor nonmigas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak, serta besi dan baja, yang tumbuh 8,59 persen (yoy). Sementara itu, kinerja impor bulan Februari 2021 juga tumbuh positif 14,86 persen (yoy) ditopang oleh pertumbuhan impor non migas seperti bahan farmasi, bahan tekstil, dan peralatan komunikasi. Beberapa jenis barang impor mengalami pertumbuhan, memberikan sinyal aktivitas ekonomi ke depan, antara lain: Bahan Baku dan Penolong tumbuh 13,21 persen (yoy), Barang Konsumsi tumbuh 21,46 persen (yoy), dan Barang Modal tumbuh 14,74 persen (yoy).

Keyakinan konsumen terhadap perekonomian mengalami perbaikan pada Februari 2021, ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang membaik pada level 85,4 dibandingkan bulan sebelumnya di level 84,9. Selanjutnya, mobilitas masyarakat terus meningkat, menunjukkan tren pemulihan yang semakin berlanjut pada awal Maret, seiring upaya Pemerintah untuk terus menyeimbangkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan aktivitas ekonomi untuk menjaga kesehatan masyarakat dan menggerakkan ekonomi.

APBN Masih Menjadi Penggerak Utama Perekonomian

Kerja keras APBN sebagai instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi yang utama terus dilanjutkan di tahun 2021. Pendapatan negara terealisasi sebesar Rp219,2 triliun atau 12,6 persen target APBN 2021, tumbuh 0,7 persen (yoy), lebih baik dari periode yang sama tahun lalu, yang terkontraksi sebesar -0,1 persen (yoy). Penerimaan pajak sampai dengan akhir Februari 2021 mencapai Rp146,13 triliun atau 11,88 persen target APBN 2021, tumbuh negatif 4,84 persen (yoy). Meski masih terkontraksi, pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada periode Januari yang mencapai negatif 15,32 persen (yoy). Beberapa jenis pajak utama mampu tumbuh positif dan lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya, antara lain Pajak penghasilan (PPh) 26, PPh Final, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri, dan PPN Impor, sedangkan beberapa jenis pajak yang dipengaruhi oleh insentif masih tertekan. Secara sektoral, Industri Pengolahan, Pertambangan, serta Informasi dan Komunikasi mampu mencatat pertumbuhan positif. Perbaikan penerimaan pajak ini ditopang oleh kinerja penerimaan Februari yang mampu tumbuh positif, baik secara bruto maupun neto, akibat kebijakan kenaikan cukai rokok, meningkatnya realisasi Pengujian Kepatuhan Material (PKM) Pemeriksaan dan Penagihan, serta mulai pulihnya aktivitas ekonomi nasional.

Selanjutnya, penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan akhir Februari 2021 mencapai Rp35,62 triliun atau 16,57 persen target APBN 2021, tumbuh 42,11 persen (yoy). Penerimaan bea masuk terealisasi sebesar Rp4,97 triliun atau tumbuh negatif 9,67 persen (yoy), namun mulai membaik dipengaruhi peningkatan aktivitas impor (mtm), sedangkan penerimaan bea keluar mencapai Rp2,37 triliun atau 132,82 persen target APBN 2021, tumbuh 380,42 persen (yoy) didorong peningkatan harga komoditas internasional, yaitu tarif Crude Palm Oil (CPO) yang lebih tinggi di Februari. Sementara itu, penerimaan Cukai terealisasi sebesar Rp28,27 triliun, tumbuh 48,30 persen (yoy), didorong penerimaan Cukai Hasil Tembakau (HT) yang tumbuh 50,60 persen (yoy) akibat implementasi PMK 57 Tahun 2017.

Dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), realisasi sampai dengan akhir Februari 2021 mencapai Rp37,3 triliun atau 12,5 persen dari target APBN 2021, tumbuh sebesar negatif 3,7 persen (yoy). Meski masih terkontraksi, pertumbuhan tersebut lebih baik dari bulan lalu, didukung oleh peningkatan Sumber Daya Alam (SDA) Nonmigas, Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND), dan PNBP Lainnya, masing-masing mencapai 28,2 persen (yoy), 840,1 persen (yoy), dan 47,4 persen (yoy). Pertumbuhan positif penerimaan SDA Nonmigas disebabkan kenaikan harga batubara acuan akibat lonjakan permintaan impor dari Tiongkok, serta kenaikan harga emas, perak dan nikel. Selanjutnya, peningkatan KND disebabkan adanya pembayaran dividen tahun buku 2019 dan angsuran utang dividen tahun buku 1999, sementara kenaikan pada PNBP Lainnya disebabkan pendapatan Penjualan Hasil Tambang dan Pendapatan premium obligasi, pengelolaan Treasury Single Account (TSA), pendapatan Tahun Anggaran Yang Lalu (TAYL), serta pendapatan layanan informasi dan komunikasi.

Akselerasi Belanja Negara untuk Mendukung Pemulihan dan Pertumbuhan Ekonomi

Realisasi Belanja Negara sampai dengan 28 Februari 2021 mencapai Rp282,7 triliun atau 10,3 persen APBN 2021, tumbuh 1,2 persen (yoy), terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp179,7 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp103,0 triliun.

Realisasi belanja Pemerintah Pusat terutama didukung oleh pertumbuhan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar 15,8 persen (yoy) akibat peningkatan belanja modal untuk proyek infrastruktur dasar lanjutan tahun 2020 serta infrastruktur konektivitas, dan pertumbuhan belanja barang sebesar 13,5 persen (yoy) yang digunakan untuk penanganan Covid-19 termasuk pelaksanaan program vaksinasi. Selanjutnya, belanja non-K/L juga tumbuh sebesar 6,1 persen (yoy) didorong oleh realisasi subsidi energi. Selain itu, realisasi belanja bansos K/L mencapai 17 persen pagu APBN 2021, didukung peningkatan realisasi bansos Kementerian Sosial untuk penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST), sementara penyaluran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dilakukan sesuai bulan seiring membaiknya arus kas BPJS Kesehatan.

Di masa pemulihan ini, sektor kesehatan menjadi sektor pendukung pemulihan ekonomi dan pondasi bagi peningkatan produktivitas nasional. Komitmen Pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat dibuktikan dengan peningkatan anggaran kesehatan secara tajam hingga 61,5 persen (yoy) di tahun 2021, bahkan melampaui mandatory spending APBN, yaitu mencapai Rp296,4 triliun atau 10,8 persen dari total APBN 2021. Anggaran Kesehatan melalui Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp220,1 triliun yang diperuntukkan untuk testing dan tracing, biaya perawatan, insentif nakes, program vaksinasi, dan komunikasi.

“Kita akan terus melihat berbagai instrumen pemulihan ekonomi, baik dari sisi belanja, insentif dan pemulihan. Sektor kesehatan adalah sektor yang memberikan dukungan bagi pemulihan ekonomi, dan untuk mengembalikan keseluruhan aktivitas dan produktivitas nasional. Belanja-belanja negara yang sudah membaik akan kita monitor secara sangat detail, sehingga bisa menjadi faktor pendukung pemulihan secara berkelanjutan,” tambah Menkeu.

Sementara itu, penyaluran dana TKDD sampai dengan 28 Februari 2021 lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama dipengaruhi penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik /Dana BOS yang belum disalurkan, karena baru diterimanya data rekening dan surat rekomendasi penyaluran BOS dari Kemendikbud pada akhir Februari 2021, namun akan segera disalurkan pada Maret 2021. Di sisi lain, peningkatan kinerja penyaluran TKDD terjadi untuk: (1) Peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) akibat penyaluran Kurang Bayar DBH sebesar Rp6,1 triliun untuk penyelesaian KB DBH 2019, (2) Peningkatan Dana Desa akibat percepatan permohonan penyaluran oleh Pemda untuk penyaluran BLT Desa pada bulan Januari.

Output hingga Februari 2021 Dirasakan Langsung Manfaatnya oleh Masyarakat

Sampai dengan akhir Februari 2021, hasil nyata APBN 2021 yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat antara lain: pembangunan bendungan sebanyak 53 unit, pembangunan jalan irigasi sebanyak 600 km, rehabilitasi jalan irigasi sebanyak 3.900 km, dan pembangunan jaringan irigasi tanah sepanjang 100 km, serta pembangunan jalur KA sepanjang 234,36 km’sp. Selain itu, Pemerintah juga memberikan dukungan produksi sebanyak 6,28 juta ton padi dan 5,4 juta ton jagung, pembangunan kapal penyeberangan perintis, dan pembangunan pelabuhan di 3 lokasi. Di bidang kesehatan dan perlindungan sosial, APBN 2021 telah digunakan untuk pemberian bantuan iuran peserta PBI JKN sebanyak 96,5 juta jiwa, penugasan khusus tentara kesehatan (Nusantara Sehat) sebanyak 702 orang, penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,7 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), penyaluran program kartu sembako kepada 15,93 juta KPM, dan penyaluran bansos tunai kepada 9,19 juta KPM, serta pelaksanaan vaksinasi tahap 1 untuk 4,8 juta orang dan tahap 2 sebanyak 1,9 juta orang.

PEN 2021 Menopang Perekonomian

Kontribusi program PEN tetap dilanjutkan pada tahun 2021 dengan peningkatan alokasi hingga mencapai Rp699,43 triliun dengan realisasi yang telah mencapai Rp76,59 triliun hingga 17 Maret 2021, terdiri dari realisasi untuk kesehatan sebesar Rp12,40 triliun, perlindungan sosial Rp25,97 triliun, program prioritas sebesar Rp1,14 triliun, dukungan UMKM dan korporasi Rp29,63 triliun, serta insentif dunia usaha sebesar Rp7,15 triliun. Dengan adanya ekspansi belanja perlindungan sosial secara tunai, termasuk PKH, insentif kartu Prakerja, Bansos tunai, sembako, serta BLT Desa, diharapkan konsumsi rumah tangga akan terus menguat. Selain itu, pengeluaran konsumsi Pemerintah ditingkatkan, termasuk dalam pemberian dukungan untuk UMKM, bantuan iuran JKN, pengadaan alkes dan APD. Pemerintah juga terus mendoronng investasi publik melalui belanja modal antara lain untuk membangun sarana prasarana kesehatan, pembangunan infrastruktur melalui padat karya K/L, pembangunan food estate, serta kawasan strategis.

Pembiayaan Dilakukan Secara Pruden dan Terukur dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi

APBN 2021 diharapkan dapat tetap terjaga dengan target defisit anggaran sebesar 5,7 persen PDB, seiring berlanjutnya upaya penanganan Covid-19 dan PEN. Defisit yang lebih kecil dari tahun 2020 merupakan sinyal kebijakan ekspansif namun konsolidatif yang mulai dilakukan Pemerintah. Realisasi pembiayaan anggaran sampai dengan akhir Februari 2021 mencapai Rp273,02 triliun atau 27,1 persen target APBN 2021. Pembiayaan APBN berjalan on track, bersifat antisipatif serta dilaksanakan secara pruden dan terukur dalam mendukung pemulihan ekonomi.

Perkembangan pasar keuangan dan kenaikan tingkat imbal hasil (yield) diantisipasi dengan penyesuaian strategi, antara lain penurunan target lelang Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan pergeseran penerbitan SBN valas di semester 1, optimalisasi Saldo Anggaran Lebih (SAL), dan pemanfaatan dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai standby buyer yang sangat berperan dalam efisiensi biaya penerbitan utang Pemerintah. Sampai dengan 17 Maret 2021, kontribusi BI berdasarkan SKB I mencapai Rp73,88 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp45,18 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp28,70 triliun.

Dalam meningkatkan kemandirian pembiayaan serta untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat untuk membangun negeri, Pemerintah telah menerbitkan SBN Ritel seri ORI019 dan SR014 secara berturut-turut sejak awal tahun 2021. Meski diterbitkan di masa pandemi, kedua seri ini mampu menarik minat yang cukup tinggi dari masyarakat Indonesia, terutama generasi milenial yang selalu menjadi investor dominan sehingga Pemerintah perlu melakukan penambahan kuota. Total penjualan ORI019 yang telah ditetapkan pada bulan Februari sebesar Rp26,00 triilun, berasal dari 48.731 orang investor, di mana 37,5 persen di antaranya adalah generasi milenial. Sementara itu, sebanyak 35.626 orang investor telah berkontribusi dalam penerbitan SR014 di bulan Maret dengan total nominal sebesar Rp16,70 triliun, dan pembeliannya juga masih didominasi oleh generasi milenial, yaitu sebanyak 36,40 persen dari total investor. Di samping itu, beberapa pembiayaan investasi direncanakan akan terealisasi di bulan Maret.

Keberlanjutan dukungan APBN sebagai motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi terus diupayakan, utamanya melalui alokasi belanja negara yang efektif serta pemberian insentif fiskal yang terarah dan terukur. “APBN selama ini masih menjadi instrumen yang luar biasa penting dan bekerja luar biasa keras, untuk melindungi rakyat, untuk menangani dan menanggulangi Covid-19, dan memulihkan ekonomi. Ini adalah tiga tujuan yang luar biasa penting dan membuat APBN kita melakukan tugas negara yang sangat penting,” tegas Menkeu.

Selain itu, penyelesaian program vaksinasi dan antisipasi vaksinasi lanjutan juga terus diakselerasi oleh Pemerintah seiring upaya reformasi sistem kesehatan yang terintegrasi dan handal demi mendukung pemulihan ekonomi dan memberikan pondasi bagi peningkatan produktivitas nasional di masa pandemi ini. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Gedung Frans Seda, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta Pusat, Tlp: (021) 3865330.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *