Berikut Ini Merupakan Hukum Berhutang Dalam Islam

oleh
Ilustrasi seseorang berhutang (Foto: Istimewa)

Blogger Terbaik – Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia secara umum dalam Al-Quran dan hadits. Salah satunya mengenai hukum hutang piutang. Dalam agama Islam, hutang  memiliki pedoman dan aturan yang jelas

Berhutang merupakan salah satu jalan yang ditempuh oleh umat Muslim dalam mengelola keuangan. Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang sehat dan etis dalam mengambil dan membayar hutang.

Hukum utang piutang

QS Al-Baqarah ayat 282 menjadi rujukan utama perihal hukum hutang piutang dalam Islam. 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya.

Ayat tersebut menekankan pentingnya untuk menuliskan transaksi utang piutang, terutama jika transaksi tersebut tidak dilakukan secara tunai dan memiliki jangka waktu tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjaga kejelasan dan keadilan dalam bertransaksi serta menghindari keraguan di kemudian hari.

Hutang yang diperbolehkan

Dalam Islam, hutang yang diambil untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, pendidikan, atau perawatan medis adalah hal yang diperbolehkan. Islam memahami bahwa dalam kehidupan sehari-hari, seseorang mungkin perlu berhutang untuk memenuhi keperluan tersebut.

Larangan terhadap riba (bunga)

Salah satu hal yang utama dalam hukum berhutang dalam Islam yaitu larangan untuk perihal riba ataupun bunga. Islam sangat tegas dalam menentang praktik riba, yang dianggap tidak adil dan tidak etis. Dalam berhutang, tidak boleh ada bunga yang dikenakan, sehingga peminjam tidak dihadapkan pada beban bunga yang terus bertambah.

Kewajiban untuk membayar hutang

Umat Muslim dianjurkan untuk memenuhi kewajiban mereka dalam hal membayar hutang dengan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan awal yang telah dibuat bersama dengan kreditor. Meninggalkan hutang tanpa membayar atau menunda pembayaran tanpa alasan yang jelas dianggap sebagai tindakan yang buruk dalam Islam.

Di dalam sebuah hadist disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (HR Bukhari).

Untuk itu, jika telah memiliki kemampuan dan harta yang mencukupi maka segeralah lunasi hutang tersebut.

Dan jikalau  harus berhutang, maka niatkanlah untuk segera membayarnya. Jangan sampai kita terjebak pada hutang dan menunda-nundanya sampai akhirnya ada godaan untuk tidak mau membayarnya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits.

Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membauarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)

Untuk itu, Islam sangat mendorong seseorang untuk berbicara terus terang mengenai situasi keuangan mereka saat mengambil hutang. Jika ada masalah atau kesulitan dalam pembayaran hutang, sebaiknya dikomunikasikan secara baik-baik dengan kreditor untuk mencari solusi bersama yang adil.

Kepedulian terhadap orang lain

Islam juga mengajarkan prinsip kedermawanan dan kepedulian terhadap sesama. Jika seseorang memiliki kemampuan untuk membantu seseorang yang berhutang atau dalam kesulitan keuangan, disarankan untuk memberikan bantuan tanpa mengharapkan pengembalian yang berlebihan.

Membayar hutang sebelum hajat

Islam mengajukan supaya hutang dapat diselesaikan sebelum menunaikan ibadah haji atau umrah. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya membersihkan diri dari kewajiban finansial sebelum melakukan ibadah besar.

Menyelesaikan hutang sebelum kematian

Islam juga mengajarkan bahwa sangat penting untuk menyelesaikan permasalahan hutang sebelum kematian. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat salah satu hak orang lain atas harta seseorang. Dalam Islam, hutang dapat menjadi pemberat dan penghapus kebaikan pada yaumul hisab di akhirat kelak. Seperti yang disampaikan oleh hadits berikut.

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah)

Semoga bermanfaat.

(Dari berbagai sumber/ Mifta Khurokhmah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *