Komnas PA: Dua Kakak Adik Korban Kejahatan Seksual di Timor Timur Selatan Trauma Berat

oleh
Ilustrasi anak korban kekerasan seksual.

Kasus penyekapan dan serangan kejahatan seksual disertai  dengan ancaman pembunuhan yang dilakukan  DB (38) warga desa Tuapukas, Kecamatan  Kualin, Kabupaten Timor Timur Selata (TTS)  terhadap  dua anak kakak beradik   masing-masing RT (14) dan MT (13) Warga desa di Kecamatan Kualin Kabupaten Tengah Selatan (TTS) mendapat perhatian dan atensi serius dari Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Kasus kejahatan seksual terhadap dua anak kaka beradik dengan disertai  penyekapan dan ancaman pembunuhan, selain perbuatan biadap dan merendahkan martabat kemanusiaan  juga  merupakan tindak pidana  kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

Berdasarkan UU RI Nomor : 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,  junto Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,  pelaku DB dapat diancam pidans penjara  minimal 10 tahun pidana penjara dan paling lama 20 tahun dan dapat pula dikenakan dengan hukuman seumur hidup.

Setelah membaca kronologi kejadian yang dilakukan pelaku terhadap 2 korban  telah memenuhi unsur-unsur tindak pidananya,  Komnas Perlindungan Anak mendukung secara penuh  Polres Kabupaten Timor Timur Selatan untuk tidak ragu-ragu menerapkan UU RI Nomor 17 Tahun 2016.

Arist Merdeka Dirait Ketua Komnas Perlindungan Anak bersamsa Pengacara Kondang Dr. Hotman Patris Hutapea saat memberikan keterangan pers di Jakarta.

Penyelesaian kasus penyekapan diikuti dengan tindak pidana kejahatan seksual terhadap dua anak kakak beradik ini harus didekati dengan tindak pidana luar biasa sehingga Jaksa Penuntut Umun (JPU) dapat menuntut pelaku dengan ancaman hukuman maksimal,  kedua korban saat ini mengakani trauma berat dan memerlukan pendampingan psikologiis,  demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya yang disampaikan kepada sejumlah media di kantornya di bilangan  Jakarta Timur,  Kamis 6 Mei 2001.

Arist dalam keterangan persnya, menyampaikan apresiasi dan penghargaan setinggi’tingginya kepada Polres TTS dan jajaran reskrimumnya atas kerja cepat mengungkap tabir penyekapan dan kejahatan seksual terhadap dua anak malang itu.

Peristiwa malang itu bermula pada senin 26 April 2021 sore sekitar pukul 12.30 WITA, saat itu bersama adik sepupunya MT  pergi ke kali yang berbatasan dengan desa Tuapukan untuk mandi .

Seusai mandi,  keduanya bergegas  pulang ke rumah. Di tengah jalan ia dan adik sepupunya bertemu dengan pelaku.  Pelaku lalu mengajak keduanya untuk ikut ke rumahnya namun  ditolak  oleh korban.  Lantaran ditolak,  pelaku pun marah.  Pelaku kemudian mengeluarkan pisau dan  mengancam keduanya agar ikut bersama pelaku ke rumahnya,  mereka lalu berboncengan motor pelaku.

Namun tidak hanya disekap kedua anak tersebut juga diancam akan dibunuh jika tidak melayani nafsu bejat pelaku. Bahkan dipaksa melayani nafsu bejat DB sebanyak 3 kali selama disekap.

“Kami sudah di perjalanan pulang ketemu pelaku,  laku ajak kami ikut dia ke rumahnya,  tapi kami tolak,c terus pelaku kasih keluar pisau,  ancam mau bunuh kami. Hasilnya kami ikut naik dia punya motor”.

Kemudian  menyekap bersama adik di sebuah kamar dengan sebilah pisau pelaku terus mengancam keduanya untuk memuaskan nafsunya.   Jika menolak keduanya akan dibunuh..

Tidak ingin adiknya diperkosa RT pun berusaha menyelamatkan sang adik dengan menghalangi pelaku, dirinya pun meminta untuk tidak menyentuh tubuh dang adik karena masih kecil dan masih sekolah pula.

Masih dibawa ancaman pisau dari pelaku,  pun terpaksa melayani nafsu bejat pelaku yang sudah tak terbendung.

Guna menyelamatkan sang adik,  “saya kasihan adik saya dia masih kecil masih sekolah,  makanya saya minta pelaku jangan sentuh dia biar saya saja. Karena takut akan dibunuh, akhirnya saya terpaksa melayani pelaku dan selama disekap oleh pelaku, korban terpaksa memuaskan nafsu pelakunya sebanyak tiga kali yakni pada Senin,  Selasa dan juga Rabu.

Untuk memuluskan niat jahatnya pelaku selalu mengancam korban sebelum menyetubuhinya.

Korban dan adiknya baru dilepas pada hari Jumat sekitar pukul 3 dini hari.  Sebelum meninggalkan korban dan adiknya pulang,  pelaku masih mengancam akan membunuhnya jika kejadian itu diceritakan kepada keluarganya.  Tak hanya mengancam korban,  pelaku juga mengancam akan membunuh keluarga korban jika kejadian itu dilaporkan.  Hari Jumat pagi baru pelaku lepas kami tapi di mau bunuh kami kalau lapor kejadian tersebut, kata RT, .

Atas peristiwa ini, Komnas Perlindungan Anak segera membentuk Tim Litigasi dan Rehabilitasi Sosial Anak untuk mengawal proses hukum dan proses pemulihan sosial bagi korban dengan melibatkan lembaga sosial gereja maupun  Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di TTS  dan Dinas PPPA TTS, imbuh Arist.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *