Apakah Makan dan Minum Tidak Membatalkan Wudu?

oleh
Ilustrasi wudu (Foto: Istimewa)

Blogger Terbaik – Benarkah  makan dan minum  dapat membatalkan wudu? Banyak masyarakat  yang mengira bahwa ketika orang sudah berwudu, lalu makan ataupun minum, maka wudunya batal. Ini pemahaman yang keliru. Makan dan minum tidak dapat membatalkan wudu. Akan tetapi ada beberapa pengecualian. Berikut alasan mengapa makan dan minum tidak membatalkan wudu.

Alasan bahwa makan dan minum bukan pembatal wudu

Alasan yang pertama, karena tidak ada dalil yang menunjukkan makan atau minum itu adalah pembatal wudu. Padahal kaidah fiqhiyyah yang disebutkan para ulama:

الأصل بقاء ماكان على ماكان

“Pada asalnya, hukum yang sudah ditetapkan itu tetap berlaku”.

Maka jika seseorang sudah berwudu, ia dihukumi suci dan tidak batal wudu. Kecuali terdapat dalil yang menunjukkan batalnya wudu. Sedangkan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa makan dan minum adalah pembatal wudu.

Alasan kedua, terdapat hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak berwudu lagi setelah makan atau minum. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْكُلُ عَرْقًا مِنْ شَاةٍ ثُمَّ صَلَّى وَلَمْ يُمَضْمِضْ وَلَمْ يَمَسَّ مَاءً

“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memakan sepotong daging kambing. Kemudian beliau shalat, tanpa berkumur-kumur dan tanpa menyentuh air sama sekali” (HR. Ahmad no. 2541, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 3028).

Juga terdapat hadits dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

أن رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرِبَ لَبَنًا فَلَمْ يُمَضْمِضْ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ وَصَلَّى

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam minum susu, kemudian beliau tidak berkumur-kumur juga tidak berwudu lagi, lalu beliau shalat” (HR. Abu Daud no. 197, dihasankan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa makan dan minum bukan pembatal wudu.

Para ulama memiliki beberapa pendapat terkait hukum makan dan minum setelah wudu. Ada hadits yang memerintahkan untuk berwudu karena makan makanan yang dimasak dipahami sebagai perintah anjuran. Sehingga makan makanan yang dimasak memang tidak membatalkan wudu, namun dianjurkan untuk wudu (Fiqh Sunah, Sayid Sabiq, 1/59).

Akan tetapi ada juga yang memahami bahwa hadits Jabir menjadi nasikh (menghapus hukum), yakni hadits yang memerintahkan wudu karena makan makanan yang dimasak.

Khusus untuk daging unta, seseorang dapat batal wudunya jika dia makan. Dari Jabir bin Samurah radhiallahu’anhu, dia berkata:

أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ؟ قَالَ: «إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ، وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَوَضَّأْ»، قَالَ: أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ؟ قَالَ: «نَعَمْ، فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ

“Ada seorang yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam: Apakah saya wajib wudu jika makan daging kambing? Nabi menjawab: Jika engkau mau, silakan berwudu, jika tidak juga tidak mengapa. Orang tadi bertanya lagi: Apakah saya wajib wudu jika makan daging unta? Nabi menjawab: Iya, berwudulah jika makan daging unta.” (HR Muslim nomor 360)

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga menjelaskan:

الأكل والشرب لا ينقض الوضوء بعد الوضوء الأكل والشرب إلا إذا كان فيه لحم إبل، إذا كان فيه لحم إبل فلحم الإبل ينقض الوضوء، لحم الجمل الإبل، وأما لحم الغنم ولحم البقر، لحم الصيد لا ينقض الضوء، لكن لحم الإبل خاصة

Makan dan minum bukanlah pembatal wudu, kecuali jika makan daging unta. Jika yang dimakan adalah daging unta, maka memang daging unta itu membatalkan wudu. Adapun daging kambing, daging sapi, daging hewan buruan, ini semua tidak membatalkan wudu. Khusus daging unta.”

Selain mengenai daging unta, terdapat juga hadits dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

تَوَضَّؤوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ

“Berwudulah jika memakan makanan yang dibakar dengan api.” (HR Muslim nomor 352)

Dalam hadits  lain dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma:

قَرَّبْتُ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- خُبْزًا وَلَحْمًا فَأَكَلَ ثُمَّ دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ بِهِ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ دَعَا بِفَضْلِ طَعَامِهِ فَأَكَلَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

“Saya pernah menghidangkan untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepotong roti dan daging, lalu beliau memakannya. Kemudian beliau minta dibawakan air, lalu beliau wudu dan Sholat Dzuhur. Kemudian beliau meminta dibawakan sisa makanannya tadi, lalu beliau memakannya, kemudian beliau sholat (sunnah) tanpa berwudu.” (HR Abu Daud nomor 191 dan dishahihkan Syekh Al Albani) 

Meskipun makan dan minum tidak dapat membatalkan wudu, namun dianjurkan berkumur-kumur setelah makan atau minum yang memiliki rasa.

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan:

المضمضة مستحبة من آثار الطعام ، ولا يضر بقاء شيء من ذلك في أسنانك بحكم الصلاة ، لكن إذا كان المأكول من لحم الإبل فلا بد من الوضوء قبل الصلاة ؛ لأن لحم الإبل ينقض الوضوء

“Berkumur-kumur itu dianjurkan untuk membersihkan sisa-sisa makanan. Jika ada sisa makanan di mulut di sela-sela gigi, ini tidak membahayakan keabsahan sholatnya. Namun jika yang dimakan adalah daging unta, maka wajib berwudu sebelum sholat. Karena makan daging unta itu membatalkan wudu.” (Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 29/52)

Semoga bermanfaat.

(Dari berbagai sumber/ Mifta Khurokhmah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *